Opini
Terangi Negeri dengan Pijar Literasi
Oleh:
Thio Hok Lay, S. Si., CBPA - Guru Sekolah Citra Kasih Don Bosco, Pondok Indah, Jakarta
Fajar Nyfantoro, S. Sos., M. Hum - Pustakawan Universitas Prasetiya Mulya, Jakarta
NITENI - Menyongsong Indonesia Emas (2045), gaung pesan visioner proklamator bangsa masih relevan dan kontekstual hingga saat ini. Pernyataan visi terkait arti penting pendidikan masih perlu diperjuangkan dengan penuh kesungguhan, yakni bahwa agar tidak menjadi bangsa kuli atau menjadi kuli diantara bangsa-bangsa maka anak-anak bangsa haruslah terdidik.
Disadari bahwa paralel dengan pendidikan yang berkualitas adalah upaya menumbuhkembangkan minat dan kegemaran baca tulis (literasi) di kalangan pelajar sebagai generasi emas bangsa. Ironisnya, justru di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, fenomena krisis literasi tampak begitu kentara.
Indikator konkretnya tampak melalui gejala verbalisme di kalangan para pelajar. Cenderung latah, suka mengucapkan aneka kosakata asing yang tak sepenuhnya dimengerti dan dipahami artinya.
Merujuk data UNESCO di tahun 2020, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Masih menurut UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangatlah memprihatinkan, hanya 0,001%.
Artinya dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang gemar membaca. Lebih lanjut, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2022, jumlah penduduk di Indonesia yaitu sebesar 275.773.800 jiwa.
Diungkap lewat data bahwa sebesar 3,65% warga dengan usia 15 tahun (usia sekolah) atau sebesar 10.065.744 jiwa masih belum melek huruf. Ringkasnya, bangsa ini masih mengalami kekaburan dan kerabunan literasi akibat dilanda buta aksara dimana-mana.
Pijar Literasi
Perlu diingat dan disadari bersama bahwa dengan diusungnya spirit merdeka dalam belajar, tidaklah berarti bahwa kegemaran akan membaca dan menulis secara otomatis tiba-tiba tumbuh dengan sendirinya.
Sebaliknya, nyala pijar literasi perlu diperjuangkan dengan penuh kesungguhan agar keterampilan anak-anak bangsa dalam membaca dan menulis tidak menjadi redup atau bahkan menjadi padam.
Melalui Proses Belajar Mengajar (PBM), ranah arsiran literasi itu senyatanya merambah melampaui sekat-sekat subjek mata pelajaran (cross content area).
Komentar